Sahabat Edukasi yang berbahagia…
Peserta Unas (Ujian Nasional) tahun 2015 yang mulai digelar April ini sanggup sedikit lega. Sebab, dipastikan nilai Unas tak lagi untuk kelulusan siswa.
Namun, nilai Unas tetap harus manis alasannya yaitu dipakai untuk masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Yaitu untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (lulusan SMA/SMK/MA) dan masuk untuk penyaringan masuk SMAN dan SMPN.
Peserta Unas (Ujian Nasional) tahun 2015 yang mulai digelar April ini sanggup sedikit lega. Sebab, dipastikan nilai Unas tak lagi untuk kelulusan siswa.
Namun, nilai Unas tetap harus manis alasannya yaitu dipakai untuk masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Yaitu untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (lulusan SMA/SMK/MA) dan masuk untuk penyaringan masuk SMAN dan SMPN.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) kemarin (08/1) kesudahannya memastikan bahwa kelulusan siswa ditetapkan oleh sekolah masing-masing, bukan dari Unas.
Penilaian kelulusan itu murni dari evaluasi guru dan sekolah. Keputusan itu disampaikan oleh Ketua BSNP Zainal Arifin Hasibuan di Jakarta kemarin. Guru besar Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia itu menegaskan bahwa satu dari empat fungsi Unas selama ini kesudahannya dihapus.
Penilaian kelulusan itu murni dari evaluasi guru dan sekolah. Keputusan itu disampaikan oleh Ketua BSNP Zainal Arifin Hasibuan di Jakarta kemarin. Guru besar Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia itu menegaskan bahwa satu dari empat fungsi Unas selama ini kesudahannya dihapus.
"Yang dihapus itu yaitu fungsi Unas sebagai salah satu penentu kelulusan siswa," kata dia. Keputusan itu diambil sehabis BSNP bertemu dengan Mendikbud Anies Baswedan Rabu kemudian (7/1). Dia menyampaikan selama ini fungsi Unas sebagai salah satu pertimbangan kelulusan siswa diributkan masyarakat. Di antara penyebabnya adalah, Unas dinilai sebagai ujian yang tidak adil.
"Okelah kita kini kompromi. Porsi nilai Unas dalam pertimbangan kelulusan siswa kini nol persen," tandasnya. Zainal menuturkan selama ini ada tiga komponen dalam penentuan kelulusan siswa. Ketiga komponen penentu itu adalah, evaluasi dari guru, sekolah, dan pemerintah yakni dengan unas.
"Okelah kita kini kompromi. Porsi nilai Unas dalam pertimbangan kelulusan siswa kini nol persen," tandasnya. Zainal menuturkan selama ini ada tiga komponen dalam penentuan kelulusan siswa. Ketiga komponen penentu itu adalah, evaluasi dari guru, sekolah, dan pemerintah yakni dengan unas.
Setelah kebijakan peniadaan fungsi Unas sebagai salah satu penentu kelulusan itu dihapus, maka kelulusan siswa mulai tahun ini murni dari evaluasi guru dan sekolah saja. Dengan hukum gres ini, Zainal menekankan bahwa BSNP ingin membuat unas sebagai jadwal penegakan perilaku kejujuran bangsa Indonesia. Setelah Unas tidak lagi menjadi pola kelulusan siswa, ia berharap ujian tahunan itu dilaksanakan dengan jujur. Kalau masih ada kecurangan, itu namanya kebangetan. Ayo revolusi mental dari sekolah," ujarnya.
Zainal mewanti-wanti biar guru, kepala sekolah, kepala dinas pendidikan, wali kota, bupati, hingga gubernur tidak mengintervensi secara negatif pelaksanaan unas. Dia berharap Unas dilaksanakan sebagai acara akademik, bukan politik. Dengan cara ini, peta kualitas pendidikan yang didapat dari acara unas benar-benar valid.
Meski fungsi unas sebagai salah satu pertimbangan kelulusan dihapus, Zainal menyampaikan fungsi-fungsi lainnya tetap dipertimbangan. Yakni fungsi sebagai alat pemetaan atau radar kualitas pendidikan di Indonesia. Dia menyampaikan kualitas pendidikan tidak sanggup dipetakan, kalau tidak memakai alat pemetaan yang berstandar nasional.
Fungsi Unas berikutnya yang dipertahankan adalah, sebagai pola masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi. "Jika nanti perguruan tinggi tidak mau memakai nilai Unas, ya terserah mereka. Yang penting kita sudah sediakan," katanya.
Fungsi Unas berikutnya yang dipertahankan adalah, sebagai pola masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi. "Jika nanti perguruan tinggi tidak mau memakai nilai Unas, ya terserah mereka. Yang penting kita sudah sediakan," katanya.
Tetapi menurutnya, masih ada kenaikan jenjang dari SD ke SMP, serta dari Sekolah Menengah Pertama ke SMA/SMK yang membutuhkan pertimbangan nilai Unas. Jika penerimaan atau seleksi kenaikan jenjang itu murni dari rapor, tentu akan kesulitan. Sebab nilai rapor sanggup saja tinggi-tinggi, yakni 8, 9, bahkan hingga 10 semua. Kemudian fungsi Unas terakhir yang masih dipertahankan adalah, sebagai materi kebijakan intervensi pendidikan oleh pemerintah. Dia mencontohkan kalau di sekolah A nilai Fisika-nya jeblok, berarti ada kemungkinan pemenuhan kualitas pembelajaran Fisika rendah.
Sehingga intervensi fokus untuk pemenuhan sarana pembelajaran fisika. "Jika tidak ada Unas, apakah pemerintah nunggu wangsit. Kan tidak ibarat itu," pungkas dia. (wan/end)
Referensi sumber artikel : Unas untuk Masuk Jenjang Lebih Tinggi – JPNN
No comments:
Post a Comment